Popular Posts
Sejarah Musik Dangdut
beroo ini waktu nya kita membicarakan tentang DANGDUT , kita baca sejarah nye
Cekidot !! :D
Sejarah Awal Berdiri Adanya Musik Dangdut - Musik Dangdut
adalah aliran musik yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia,
Dangdut kita ketahui merupakan musik yang sangat Merakyat bagi bangsa
Indonesia sejak jaman berdirinya negara Indonesia.
Musik Dangdut ada berawal dari periode kolonial Belanda,
waktu itu ada perpaduan alat musik Indonesia, Arab dan Belanda yang
dinamakan bersama-sama dalam Tanjidor. Musik ini merupakan orkestra mini
yang khas dan dipertunjukkan sambil berjalan oleh para budak peliharaan
tuan-tuan kulit putih penguasa pekebunan di sekitar Batavia. Sepanjang
abad 19, banyak pengaruh dari luar diserap oleh masyarakat Indonesia.
Misalnya pengaruh dari Cina yaitu ansambel Cina-Betawi yang disebut gambang kromong dan juga keroncong.
Pada dasarnya, bentuk musik dangdut berakar dari musik melayu pada tahun
1940-an. Irama melayu sangat kental dengan unsur aliran musik dari
India dan gabungan dengan irama musik dari arab. Unsur Tabuhan Gendang
yang merupakan bagian unsur dari Musik India digabungkan dengan Unsur
Cengkok Penyanyi dan harmonisasi dengan irama musiknya merupakan suatu
ciri khas dari Irama Melayu merupakan awal dari mutasi dari Irama Melayu
ke Dangdut. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk
pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan
Arab (pada cengkok dan harmonisasi).
Pada
masa ini mulai masuk eksperimen masuknya unsur India dalam musik
Melayu. Perkembangan dunia sinema pada masa itu dan politik anti-Barat
dari Presiden Sukarno menjadi pupuk bagi grup-grup ini. Dari masa ini
dapat dicatat nama-nama seperti P. Ramlee (dari Malaya), Said Effendi
(dengan lagu Seroja), Ellya (dengan gaya panggung seperti penari India),
Husein Bawafie sang pencipta Boneka dari India, Munif Bahaswan, serta
M. Mashabi (pencipta skor film "Ratapan Anak Tiri" yang sangat populer
di tahun 1970-an).
Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka masuknya
pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya gitar listrik dan juga
bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah
matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut
sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari
keroncong, langgam, degung, gambus, pop, rock, bahkan house music. Irama
melayu menjadi suatu aliran musik kontemporer, yaitu suatu cabang seni
yang terpengaruh dampak modernisasi.
Pada tahun 1960 an Musik melayu mulai dipengaruhi oleh banyak unsur
mulai dari gambus, degung, keroncong, langgam. Dan mulai jaman ini lah
sebutan untuk Irama Melayu mulai berubah menjadi terkenal dengan Sebutan
Musik Dangdut. Sebutan Dangdut ini merupakan Onomatope atau sebutan
yang sesuai dengan bunyi suara bunyi, yaitu bunyi dari Bunyi alat musik
Tabla atau yang biasa disebut Gendang. Dan karena bunyi gendang tersebut
lebih didominasi dengan Bunyi Dang dan Dut, maka sejak itulah Irama
Melayu berubah sebutanya menjadi suatu aliran Musik baru yang lebih
terkenal dengan Irama Musik Dangdut.
Pada jaman era Pra 1970 an ini seniman dangdut yang terkenal antara lain
: M. Mashabi, Husein Bawafie, Hasnah Tahar, Munif Bahaswan, Johana
Satar, Ellya Kadam
Menjelang 1970, Rhoma Irama mulai menunjukkan kemampuan bermusiknya di
irama dangdut. Rasa tidak puas dan keinginan terkenal mendorong Rhoma
Irama menciptakan irama musik baru. Irama musik Melayu dikombinasikan
dengan aliran musik rock, pop, dan irama lain. Hasil yang diciptakan
adalah irama dangdut. Semenjak masa itu, istilah dangdut semakin populer
di Indonesia. Lagu-lagu yang diciptakan Rhoma Irama tidak sekedar
menampilkan keindahan. Lirik-lirik yang bermakna dakwah merupakan isi
lagu-lagunya. Beberapa nama dari masa 1970-an yang dapat disebut adalah
Mansyur S., Ida Laila, A. Rafiq, serta Muchsin Alatas. Populernya musik
Melayu dapat dilihat dari keluarnya beberapa album pop Melayu oleh
kelompok musik pop Koes Plus di masa jayanya.
Era Musik Dangdut Setelah 1970-an mulai banyak sekali Musisi dan seniman
dangdut ini, dan musik ini mulai memasyarakat di semua kalangan Rakyat
Indonesia antara lain Hamdan ATT, Meggy Zakaria,Vetty Vera, Nur Halimah,
Iis Dahlia, Ikke Nurjanah, Itje Trisnawati, Evi Tamala, Dewi Persik,
Kristina, Cici Paramida, Inul Daratista dan banyak Insan Musik dangdut
lainnya.
Aliran Musik Dangdut yang merupakan seni kontemporer terus berkembang
dan berkembang, pada awal mulanya Irama Dangdut Identik dengan Seni
Musik kalangan Kelas Bawah dan memang aliran seni Musik Dangdut ini
merupakan cerminan dari aspirasi dari kalangan Masyarakat kelas bawah
yang mempunyai ciri khas kelugasan dan Kesederhaan nya.
Karena sifat kontemporernya maka di awal tahun 1980 an Musik dangdut
berintaraksi dengan aliran Seni musik lainnya, yaitu dengan masuknya
aliran Musik Pop, Rock dan Disco atau House Musik. Selain masuknya unsur
seni Musik Modern Musik dangdut juga mulai bersenyawa dengan irama
musik tradisional seperti gamelan, Jaranan, Jaipongan dan musik
tradisional lainnya.
Pada paruh akhir dekade 1970-an juga berkembang variasi "dangdut humor"
yang dimotori oleh OM Pancaran Sinar Petromaks (PSP). Orkes ini, yang
berangkat dari gaya musik melayu deli, membantu diseminasi dangdut di
kalangan mahasiswa. Sub genre ini diteruskan, misalnya, oleh OM
Pengantar Minum Racun (PMR) dan oleh Orkes Pemuda Harapan Bangsa (PHB).
Ketenaran musik dangdut semakin meningkat dengan terbentuknya Grup
Soneta di tahun 1973. Soneta merupakan grup atau orkes melayu yang
dipelopori oleh Rhoma Irama. Sound of Moslem dan Raja Dangdut merupakan
julukan yang diberikan masyarakat kepada Rhoma Irama dan grupnya.
Maka pada jaman 1990 mulailah era baru lagi yaitu Musik Dangdut yang
banyak dipengaruhi musik Tradisional yaitu Irama Gamelan yaitu Kesenian
Musik asli budaya jawa maka pada masa ini Musik Dangdut mulai
berasimilasi dengan Seni Gamelan, dan terbentuklah suatu aliran musik
baru yaitu Musik Dangdut Camputsari atau Dangdut Campursari. Meski Musik
dangdut yang lebih Original juga masih exist pada masa tersebut.
Popularitas musik dangdut memicu tanggapan negatif dari pemusik irama
non dangdut. Musik dangdut dianggap sebagai musik kampungan. Pemusik
irama non dangdut memandang dangdut sebagai musiknya kalangan bawah.
Pandangan negatif tersebut tidak menghentikan kreatifitas dan keinginan
bermusik para musisi dangut. Pada masa 1980-1990, bermunculan
penyanyi-penyanyi dan musisi dangdut yang berbakat dan mendapatkan
penggemar sangat banyak. Pada masa ini mulai terdapat upaya dari musisi
dangdut untuk membawa dangdut ke arah yang lebih terhormat. Evie Tamala
mendendangkan musik dangdut di Amerika Serikat. Ia membuat video klip
lagunya di negara tersebut. Stasiun televisi di Indonesia mulai
menampilkan dangdut sebagai tayangannya.
Pada era tahun 2000 an seiring dengan kejenuhan Musik Dangdut yang
original maka diawal era ini Para musisi di wilayah Jawa Timur di daerah
pesisir Pantura mulai mengembangkan jenis Musik Dangdut baru yaitu seni
Musik Dangdut Koplo. Dangdut Koplo ini merupakan mutasi dari Musik
Dangdut setelah Era Dangdut Campursari yang bertambah kental irama
tradisionalnya dan dengan ditambah dengan masuknya Unsur Seni Musik
Kendang Kempul yang merupakan Seni Musik dari daerah Banyuwangi Jawa
Timur dan irama tradisional lainya seperti Jaranan dan Gamelan. Dan
berkat kreatifitas para Musisi Dangdut Jawa Timuran inilah sampai saat
ini Musik Dangduk Koplo yang Identik dengan Gaya Jingkrak pada Goyangan
Penyanyi dan Musiknya ini saat ini sangat kondang dan banyak digandrungi
segala kalangan masyarakat Indonesia.
Pada era Musik Dangdut Koplo inilah mulai memacu tumbuhnya Group Musik
Dangdut yang lebih terkenal dengan sebutan OM atau Orkes Melayu antara
lain OM. Sera, OM. Monata, OM Palapa, OM New Palapa, OM RGS dan OM yang
lebih kecil lainya yang mengibarkan aliran Musik Dangdut Koplo di
Nusantara ini.
Musik dangdut terus mengalami perkembangan. Menjelang tahun 2000, muncul
penyanyi dangdut yang sangat mendapatkan perhatian masyarakat. Hal itu
dikarenakan gerakan goyangnya melebihi gerakan penyanyi lain, bahkan
manusia normal. Gerakan berputar-putar dari atas ke bawah merupakan ciri
khas penyanyi tersebut. Inul Daratista merupakan pemilik goyangan maut
itu.
Kemunculan Inul Daratista sangat dikecam oleh kalangan agama. Faktor
moral dan norma merupakan alasannya. Tanggapan positif diberikan oleh
sebagian kalangan yanga memandangnya sebagai suatu seni dan ekspresi
diri. Perbedaan pendapat itu memicu kontroversi dan semakin
mempopulerkan nama Inul Daratista. Berawal dari peristiwa itu,
masyarakat kalangan atas mulai memperhatikan musik dangdut.
Pada masa 2000 an juga, musik dangdut tidak dapat dipandang lagi sebagai
musik kampungan. Berbagai peristiwa dan acara terhormat mulai
menampilkan musik dangdut. Tayangan utama di stasiun televisi
menampilkan musik dangdut. Kafe-kafe terkenal tidak segan menampilkan
musik dangdut.
Panggung kampanye partai politik juga tidak ketinggalan memanfaatkan
kepopuleran dangdut untuk menarik massa. Isu dangdut sebagai alat
politik juga menyeruak ketika Basofi Sudirman, pada saat itu sebagai
fungsionaris Golkar, menyanyi lagu dangdut.
Walaupun dangdut diasosiasikan dengan masyarakat bawah yang miskin,
bukan berarti dangdut hanya digemari kelas bawah. Di setiap acara
hiburan, dangdut dapat dipastikan turut serta meramaikan situasi.
Panggung dangdut dapat dengan mudah dijumpai di berbagai tempat. Tempat
hiburan dan diskotek yang khusus memutar lagu-lagu dangdut banyak
dijumpai di kota-kota besar. Stasiun radio siaran yang menyatakan
dirinya sebagai "radio dangdut" juga mudah ditemui di berbagai kota.
Dan saat ini Musik dangdut sudah menjangkau segala kalangan Masyarakat
dari kalangan kelas bawah samapai kalangan menengah dan kelas ataspun
sudah mulai ketagihan dengan Seni Musik Dangdut ini. Hingga Musik
dangdut pun sudah merambah di dunia Diskotik yang sudah memutar Musik
Dangdut sebagai Musik wajibnya, Dan sudah tak asing lagi saat ini Banyak
Stasiun Radio yang menamakan dirinya sebagai Stasiun Radio Dangdut
bahkan Stasiun Telivisi Dangdut Indonesia, karena kecintaan masyarakat
dengan Irama Musik dangdut ini.
Maka tidak bisa dipungkiri Irama Musik dangdut ini bisa dibanggakan
menjadi Musik Asli Indonesia. Dan akhirnya Musik Asli Dangdut Indoensia
sudah merambah ke Dunia Internasional antara lain Musik dangdut ini
sudah masuk ke negara Jepang yang mulai gandrung dengan Musik Dangdut
ini yang menwa kebanggaan kita akan Musik Dangdut Musik Asli Indonesia
kita tercinta ini.
Rhoma Irama Revolusi Si Raja Dangdut
Rhoma
Irama adalah seorang revolusioner dalam dunia musik Indonesia.
Demikianlah komentar seorang sosiolog AS dalam tesisnya berjudul Rhoma
Irama and the Dangdut Style: Aspect of Contemporary Indonesia Popular
Culture, 1985. Komentar ini tidaklah berlebihan mengingat "Raja Dangdut"
yang mencanangkan semboyan Voice of Moslem pada 13 Oktober 1973 ini
menjadi agen pembaharu musik Melayu yang memadukan unsur musik rock
dalam musik melayu serta melakukan improvisasi atas syair, lirik, kostum
dan penampilan di atas panggung.
Pengalamannya menyanyikan lagu-lagu India sewaktu masih sekolah dasar,
lagu-lagu pop dan rock Barat hingga akhir 1960-an lalu beralih ke musik
Melayu, menjadikan lagu dan musik yang dibawakannya di atas panggung
lebih dinamis, melodis dan menarik.
Kehidupannya tidak jauh dari terpaan gosip dan komentar pro dan kontra
terhadap berbagai sikap yang diambilnya. Katakan saja, fenomena goyangan
Inul yang dikecamnya dan dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai
agama. Bahkan belum lama ini, sekitar bulan Mei 2003 lalu, ia digosipkan
menjalin hubungan "istimewa" dengan artis dangdut, Lely Angraeni
(Angel). Menanggapi hal itu, Sang Raja Dangdut yang sudah puluhan tahun
merajai belantara dunia artis tetap tenang memberikan penjelasan kepada
masyarakat perihal gosip tersebut.
Pria "ningrat" kelahiran Tasikmalaya, 11 Desember 1946 ini merupakan
putra kedua dari empat belas bersaudara, delapan laki-laki dan enam
perempuan (delapan saudara kandung, empat saudara seibu dan dua saudara
bawaan dari ayah tirinya).
Ayahnya, Raden Burdah Anggawirya, seorang komandan gerilyawan Garuda
Putih, memberinya nama "Irama" karena bersimpati terhadap grup sandiwara
Irama Baru asal Jakarta yang pernah diundangnya untuk menghibur
pasukannya di Tasikmalaya. Sebelum pindah ke Tasikmalaya, keluarganya
tinggal di Jakarta dan di kota inilah kakaknya, Haji Benny Muharam
dilahirkan.
Setelah beberapa tahun tinggal di Tasikmalaya, keluarganya termasuk
kakaknya, Haji Benny Muharam, dan adik-adiknya, Handi dan Ance, pindah
lagi ke Jakarta lalu tinggal di Jalan Cicarawa, Bukit Duri, kemudian
pindah ke Bukit Duri Tanjakan. Di sinilah mereka menghabiskan masa
remaja sampai tahun 1971 lalu pindah lagi ke Tebet.
Semenjak kecil Rhoma sudah terlihat bakat seninya. Tangisannya terhenti
setiap kali ibundanya, Tuti Juariah menyenandungkan lagu-lagu. Masuk
kelas nol, ia sudah mulai menyukai lagu. Minatnya pada lagu semakin
besar ketika masuk sekolah dasar. Menginjak kelas 2 SD, ia sudah bisa
membawakan lagu-lagu Barat dan India dengan baik. Ia suka menyanyikan
lagu No Other Love, kesayangan ibunya, dan lagu Mera Bilye Buchariajaya
yang dinyanyikan oleh Lata Maagiskar. Selain itu, ia juga menikmati
lagu-lagu Timur Tengah yang dinyanyikan Umm Kaltsum.
Bakat musiknya mungkin berasal dari ayahnya yang fasih memainkan
seruling dan menyanyikan lagu-lagu Cianjuran, sebuah kesenian khas
Sunda. Selain itu, pamannya yang bernama Arifin Ganda suka mengajarinya
lagu-lagu Jepang ketika Rhoma masih kecil.
Karena usia Rhoma dengan kakaknya Benny tidak berbeda jauh, mereka
selalu kompak dan pergi berdua-duaan. Berbeda dengan kakaknya yang lebih
sering malas ikut mengaji di surau atau rumah kyai, Rhoma selalu
mengikuti pengajian dengan tekun. Setiap kali ayah ibunya bertanya
apakah kakaknya ikut mengaji, Rhoma selalu menjawab ya. Ke sekolahpun
mereka berangkat bersama-sama. Dengan berboncengan sepeda, keduanya
berangkat dan pulang ke sekolah di SD Kibono, Manggarai.
Di bangku SD, bakat menyanyi Rhoma semakin kelihatan. Rhoma adalah murid
yang paling rajin bila disuruh maju ke depan kelas untuk menyanyi. Dan
uniknya, Rhoma tidak sama dengan murid-murid lain yang suka malu-malu di
depan kelas. Rhoma menyanyi dengan suara keras hingga terdengar sampai
ke kelas-kelas lain. Perhatian murid-murid semakin besar karena Rhoma
tidak menyanyikan lagu anak-anak atau lagu kebangsaan, melainkan
lagu-lagu India.
Bakatnya sebagai penyanyi mendapat perhatian penyanyi senior, Bing
Slamet karena melihat penampilan Rhoma yang mengesankan ketika
menyanyikan sebuah lagu Barat dalam acara pesta di sekolahnya. Suatu
hari ketika Rhoma masih duduk di kelas 4, Bing membawanya tampil dalam
sebuah show di Gedung SBKA (Serikat Buruh Kereta Api) di Manggarai. Ini
merupakan pengalaman yang membanggakan bagi Rhoma.
Sejak itu, meski belum berpikir untuk menjadi penyanyi, Rhoma sudah
tidak terpisahkan lagi dari musik. Dengan usaha sendiri, ia belajar
memainkan gitar hingga mahir. Karena saking tergila-gilanya dengan
gitar, Rhoma sering membuat ibunya marah besar. Setiap kali ia pulang
sekolah, yang pertama dia cari adalah gitar. Begitu pula setiap kali ia
keluar rumah, gitar hampir selalu ia bawa.
Pernah suatu kali, ibunya menyuruh Rhoma menjaga adiknya, tetapi Rhoma
lebih suka memilih bermain gitar. Akibat ulahnya itu, ibunya merampas
gitarnya lalu melemparkannya ke arah pohon jambu hingga pecah. Kejadian
itu membuat sedih Rhoma karena gitar adalah teman nomor satu baginya.
Dalam perkembangannya dalam mendalami musik, Rhoma mulai menyadari bahwa
meskipun ayah dan ibunya - pasangan berdarah ningrat - adalah penggemar
musik, mereka tetap menganggap dunia musik bukanlah sesuatu yang patut
dibanggakan atau dijadikan sebuah profesi. Ibunya sering meneriakkan
"berisik" setiap kali ia menyanyi dan beranggapan bahwa musik akan
menghambat sekolahnya. Kenyataan ini membuat bakat musik Rhoma justru
semakin berkembang dari luar rumah karena di dalam rumah ia kurang
mendapat dukungan.
Sewaktu Rhoma masih kelas 5 SD tahun 1958, ayahnya meninggal dunia. Sang
ayah meninggalkan delapan anak, yaitu, Benny, Rhoma, Handi, Ance, Dedi,
Eni, Herry, dan Yayang. Ketika kakaknya, Benny masih duduk di kelas 1
SMP, ibunya menikah lagi dengan seorang perwira ABRI, Raden Soma Wijaya,
yang masih ada hubungan famili dan juga berdarah ningrat. Ayah tirinya
ini membawa dua anak dari istrinya yang terdahulu dan setelah menikah
dengan Ibu Rhoma, sang ibu melahirkan dua anak lagi.
Ketika ayah kandungnya masih hidup, suasana di rumahnya feodal.
Sehari-hari ayah dan ibunya berbicara dengan bahasa Belanda. Segalanya
harus serba teratur dan menggunakan tata krama tertentu. Para pembantu
harus memanggil anak-anak dengan sebutan Den (raden). Anak-anak harus
tidur siang dan makan bersama-sama. Ayahnya juga tak segan-segan
menghukum mereka dengan pukulan jika dianggap melakukan kesalahan,
misalnya bermain hujan atau membolos sekolah.
Keadaan keluarga Rhoma di Tebet waktu itu memang tergolong cukup kaya
bila dibandingkan dengan masyarakat sekitar. Rumahnya mentereng dan
mereka memiliki beberapa mobil seperti Impala, mobil yang tergolong
mewah di zaman itu. Rhoma juga selalu berpakaian bagus dan mahal.
Namun, suasana feodal itu tidak lagi kental setelah ayah tiri-nya hadir
di tengah-tengah keluarga mereka. Bahkan dari ayah tiri inilah, di
samping pamannya, Rhoma mendapat 'angin' untuk menyalurkan bakat
musiknya. Secara bertahap ayah tirinya membelikan alat-alat musik
akustik berupa gitar, bongo, dan sebagainya.
Dunia Rhoma di masa kanak-kanak rupanya bukan hanya dunia musik. Rhoma
juga suka adu jotos dengan anak-anak lain. Lingkungan pergaulannya
ketika itu tergolong keras. Anak-anak saat itu cenderung mengelompok
dalam geng, dan satu geng dengan geng lainnya saling bermusuhan, atau
setidaknya saling bersaing. Dengan demikian, perkelahian antar geng
sering tak terhindarkan.
Di Bukitduri tempat tinggalnya, hampir setiap kampung di daerah itu
terdapat geng (kelompok anak muda). Di Bukitduri ada BBC (Bukit Duri
Boys Club), di Kenari ada Kenari Boys, Cobra Boys, dan sebagainya. Dari
Bukitduri Puteran, dan dari Manggarai banyak anak muda yang bergabung
dengan Geng Cobra. Geng-geng ini saling bermusuhan sehingga keributan
selalu hampir terjadi setiap kali mereka bertemu.
Satu hal yang cukup menonjol pada diri Rhoma adalah teman-temannya
hampir selalu menjadikan Rhoma sebagai pemimpin. Tentu saja, bila
gengnya bentrok dengan geng lain, Rhomalah yang diharapkan tampil paling
depan, untuk berkelahi. Meskipun pernah menang beberapa kali, Rhoma
juga sering mengalami babak belur, bahkan pernah luka cukup parah karena
dikeroyok 15 anak di daerah Megaria.
Ketika ia masuk SMP, tempat-tempat berlatih silat semakin marak. Tetapi,
bagi Rhoma, ilmu bela diri nasional ini tidaklah asing, karena sejak
kecil ia sudah mendapat latihan dari ayahnya dan beberapa guru silat
lainnya. Rhoma pernah belajar silat Cingkrik (paduan silat Betawi dan
Cimande) pada Pak Rohimin di Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Rhoma juga
pernah belajar silat Sigundel di Jalan talang, selain beberapa ilmu
silat yang lain. Bila terjadi perkelahian antar geng, para anggota geng
saling menjajal ilmu silat yang telah mereka pelajari.
Karena kebandelannya itulah maka Rhoma beberapa kali harus tinggal
kelas, sehingga karena malu maka ia acapkali berpindah sekolah. Kelas
Tiga SMP dijalaninya di Medan. Ketika itu ia dititipkan di rumah
pamannya. Tapi, tak berapa lama kemudian ia sudah pindah lagi ke SMP
Negeri XV Jakarta.
Kenakalan Rhoma terus berlanjut hingga bangku SMA. Sewaktu bersekolah di
SMA Negeri VIII Jakarta, ia pernah kabur dari kelas lewat jendela
karena ingin bermain musik dengan teman-temannya yang sudah menunggunya
di luar. Kegandrungannya pada musik dan berkelahi di luar dan dalam
sekolah membuatnya acapkali keluar masuk sekolah SMA. Selain di SMA
Negeri VIII Jakarta, ia juga pernah tercatat sebagai siswa di SMA PSKD
Jakarta, St Joseph di Solo, dan akhirnya ia menetap di SMA 17 Agustus
Tebet, Jakarta, tak jauh dari rumahnya.
Di masa SMA lah Rhoma sempat melewati masa-masa sangat pahit. Ia
terpaksa menjadi pengamen di jalanan Kota Solo. Di sana dia ditampung di
rumah seorang pengamen bernama Mas Gito. Sebenarnya, sebelum
"terdampar" di Solo, ia berniat hendak belajar agama di Pesantren
Tebuireng Jombang. Namun, karena tidak membeli karcis, Rhoma, Benny
kakaknya, dan tiga orang temannya, Daeng, Umar, dan Haris harus main
kucing-kucingan dengan kondektur selama dalam perjalanan. Daripada terus
gelisah karena takut ketahuan lalu diturunkan di tempat sepi, mereka
akhirnya memilih turun di Stasiun Tugu Jogja. Dari Jogja, mereka naik
kereta lagi menuju Solo.
Di Solo, Rhoma melanjutkan sekolahnya di SMA St. Joseph. Biaya sekolah
diperolehnya dari mengamen dan menjual beberapa potong pakaian yang
dibawanya dari Jakarta. Namun, karena di Solo sekolahnya tidak lulus,
Rhoma harus pulang ke Jakarta dan melanjutkan sekolah di SMA 17 Agustus
sampai akhirnya lulus tahun 1964. Ia kemudian melanjutkan kuliah di
Fakultas Sosial Politik Universitas 17 Agustus, tapi hanya bertahan satu
tahun karena ketertarikan Rhoma kepada dunia musik sudah terlampau
besar.
Pada tahun tujuh puluhan, Rhoma sudah menjadi penyanyi dan musisi
ternama setelah jatuh bangun dalam mendirikan band musik, mulai dari
band Gayhand tahun 1963. Tak lama kemudian, ia pindah masuk Orkes
Chandra Leka, sampai akhirnya membentuk band sendiri bernama Soneta yang
sejak 13 Oktober 1973 mulai berkibar. Bersama grup Soneta yang
dipimpinnya, Rhoma tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari
kaset-kasetnya.
Tahun 1972, ia menikahi Veronica yang kemudian memberinya tiga orang
anak, Debby (31), Fikri (27) dan Romy (26). Tetapi sayang, Rhoma
akhirnya bercerai dengan Veronica bulan Mei 1985 setelah sekitar setahun
sebelumnya Rhoma menikahi Ricca Rachim - partner-nya dalam beberapa
film seperti Melodi Cinta, Badai di Awal Bahagia, Camellia, Cinta
Segitiga, Melodi Cinta, Pengabdian, Pengorbanan, dan Satria Bergitar.
Hingga sekarang, Ricca tetap mendampingi Rhoma sebagai istri.
Kesuksesannya di dunia musik dan dunia seni peran membuat Rhoma sempat
mendirikan perusahaan film Rhoma Irama Film Production yang berhasil
memproduksi film, di antaranya Perjuangan dan Doa (1980) serta Cinta
Kembar (1984).
Kini, Rhoma yang biasa dipanggil Pak Haji ini, banyak mengisi waktunya
dengan berdakwah baik lewat musik maupun ceramah-ceramah di televisi
hingga ke penjuru nusantara. Dengan semangat dan gaya khasnya, Rhoma
yang menjadikan grup Soneta sebagai Sound of Moslem terus giat meluaskan
syiar agama.
Fenomena " Musik Dangdut "
Penyebutan nama "dangdut" diambil dari suara permainan tabla (lebih
dikenal sebagai gendang) yang didominasi oleh bunyi "dang" dan "ndut".
Sebuah artikel majalah pada awal 1970-an menyebut kata ini terhadap
bentuk suatu musik melayu yang sangat populer di kalangan masyarakat
kelas pekerja saat itu.
Makanya, musik dangdut dikenal sebagai musik kelas bawah. Musik dangdut
sendiri mulai dikenal pada tahun 1940-an. Selayaknya budaya masyarakat
Indonesia yang menerima pengaruh-pengaruh asing untuk mempertinggi
khasanah peradabannya, begitu juga dengan musik dangdut. Berturut-turut
unsur musik India (alunan penggunaan tabla), unsur musik arab (cengkok
dan harmonisasi), dan unsur musik barat (penggunaan gitar listrik),
menjadikan musik dangdut matang sejak awal tahun 1970-an.Sebagai musik
populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain,
mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house
music.
Pada akhirnya, adalah kenyataan bahwa musik dangdut bisa dihasilkan dari
musik apapun. Ini merupakan kelebihan karena dangdut bisa dimainkan
dimanapun dan kapanpun. Misalnya lagu Aku Tak Biasa yang dipopulerkan
oleh Alda dengan genre pop, dapat diolah kembali menjadi musik dengan
genre dangdut yang tidak kalah asyik. Bahkan Leaving On A Jet Plane
milik John Denver-pun akan menjadi empuk di telinga bila diramu kembali
melalui genre dangdut.
Namun kelebihan ini sekaligus adalah kerugian besar untuk musik dangdut,
karena musik dangdut akan dicitrakan bukan sebagai musik kreatif dan
original karena cukup dengan mengganti aransemennya saja sebuah lagu
bisa diubah menjadi lagu dangdut. Dengan kenyataan ini maka tak ayal
lagi musik dangdut hanya akan dilirik sebelah mata oleh kalangan seniman
musik.
Posisi dilematis di atas dirobohkan oleh pretensi bahwa konser dangdut
tidaklah sah bila tidak diiringi oleh tarian seronok para penyanyinya.
Seronok berasal dari kata onok yang diberi imbuhan ser- (alah gak
penting). Sebagai salah satu genre "MUSIK", dangdut lebih mengutamakan
tontonan visual daripada sajian audio. Misalnya Aura Kasih dengan video
klip yang kelewat vulgar sampai-sampai dicekal dan terpaksa membuat
ulang video klip untuk lagu yang sama (ini pun masih vulgar).
Untuk itu menjadi penyanyi dangdut tidak cukup hanya dengan suara merdu,
tapi juga harus memiliki tubuh yang erotis. Sebenarnya hal ini bisa
menjadi kelebihan musik dangdut dibandingkan genre musik lainnya, karena
seorang penyanyi musik dangdut dituntut menjaga kondisi fisiknya.
Tetapi sayang beberapa selebritis nasional merusak peluang ini dengan
memaksakan diri menjadi penyanyi dangdut padahal kualitas suaranya
pas-pasan, padahal sense of dut-nya masih kurang. Jadinya malah
memperkuat anggapan bahwa "musik" dangdut lebih memanjakan mata
penontonnya daripada telinga.
Anggapan bahwa dangdut adalah musik kelas bawah juga dikuatkan oleh
kenyataan bahwa musik dangdut lambat dalam perkembangannya. Lagu-lagu
yang digunakan dalam konser dangdut adalah lagu yang itu-itu saja.
Didominasi oleh lagu-lagu ciptaan seniman dangdut generasi tua, atau
lagu-lagu popular dari genre lainnya yang di-"dangdut"-kan. Hanya
sedikit lagu-lagu baru yang sejak awal populer dari genre dangdut.
Gejala ini jika tidak segera diantisipasi oleh musisi dangdut, selamanya
musik dangdut akan menjadi musik kelas bawah, atau akan melayang tinggi
menjadi tembang kenangan, hilang.
Inul " Titik Balik Musik Dangdut Modern "
Dangdut
sebagai salah satu jenis musik memiliki keunikan tersendiri. Iramanya
sanggup membuat semua orang berjoget tanpa perlu aturan tertentu untuk
menikmatinya. Lirik-lirik dangdut penuh dengan nada ratapan nasib,
kekecewaan, kekesalan, kebencian, harapan, tangisan dan cinta terhadap
sesuatu. Karena itu dangdut identik dengan musik yang cengeng, norak dan
kampungan. Musik dangdut juga milik mereka yang kampungan dan yang
kampungan itu adalah kaum pinggir/rakyat miskin.
Adalah Televisi Pendidikan Indonesia atau disingkat dengan TPI yang
pertama kali menyiarkan acara musik dangdut. Acara yang ditayangkan pada
siang hari, berdurasi satu jam merupakan acara khusus musik dangdut.
Target penonton adalah para pecinta musik dangdut yang tersebar di
pelosok-pelosok desa. Tahun 1995-an Indosiar salah satu tv swasta
membuat program musik "Dangdut on The Campus" yang diputar pada hari
Minggu pukul 10 pagi. Tayangan ini mengupas tentang pendapat para
mahasiswa (dapat dibaca "jajak pendapat") tentang musik dangdut dan
mahasiswa diminta untuk ikut bergoyang dangdut. Acara ini nampaknya
cukup sukses dan diikuti terus oleh kalangan mahasiswa sekaligus
membuktikan bahwa tidak semua mahasiswa alergi terhadap musik dangdut.
Tidak mau ketinggalan dengan televisi yang lain, SCTV membuat program
"Sik, Asyik.." acara khusus musik dangdut. RCTI dengan "JOGED"-nya dan
LATIVI pendatang baru dipertelevisian menggelar langsung musik dangdut
yang dikemas dalam "Kawasan Dangdut". Demikian juga dengan tv-tv lain
berlomba-lomba menyajikan musik dangdut.
Musik dangdut di tv dikemas begitu rupa, dari penampilan penyanyinya
dengaan baju "sopan" dan tertutup, goyangan yang dibatasi, dan membuang
syair-syair yang erotis. Semua ini dilakukan untuk menghilangkan kesan,
kalau dangdut itu musik erotis dan merusak moral. Secara tidak langsung
ini adalah usaha agar dangdut bisa diterima oleh semua lapisan
masyarakat.
Sosialisasi musik dangdut lewat layar kaca nampaknya cukup berhasil,
buktinya musik dangdut diterima oleh mahasiswa, musik dangdut diputar di
kafe-kafe milik kaum elit, para pecinta musik klasik, jazz, rock dan
lagu-lagu pop lainnya mau mendengar lirik-lirik dangdut. Sebagian dari
artis (semula artis pop) bersedia menyanyikan lagu-lagu dangdut. Bahkan
gubernur Jatim Basofi Sudirman kala itu, dikenal sebagai "penyanyi
dangdut" dengan lagu hit-nya "Tidak Semua Laki-Laki". Contoh kongkrit
lain adalah Obbie Mesakh pencipta lagu-lagu pop berputar haluan mencipta
lagu dangdut. Dengan demikian usaha "menjadikan dangdut sebagai musik
semua lapisan masyarakat" lewat televisi terbukti sangat ampuh.
Goyang "Ngebor" Inul Bagian Dari Dangdut Pinggiran
Rileks.Com adalah portal hiburan yang pertama kali menulis tentang
goyang "ngebor" Inul. dalam kupasannya diperoleh informasi bahwa Inul
sudah lama berkarir didunia hiburan, selama itu ia menghibur masyarakat
pada banyak acara seperti perkawinan dan sebagainya. Karena goyang
"ngebor"-nya yang terkenal, Inul sudah sampai ke luar negeri. Kemudian
dalam waktu yang relatif singkat, berita tentang goyang "ngebor" Inul
menghiasi media-media yang ada di negeri ini.
Hampir di setiap warung makan, di perkantoran, kampus dan tempat umum
lainnya membicarakan tentang Inul. Di kalangan artis sendiri, muncul
pendapat yang pro-kontra tentang artis "baru" Inul Daratista. Kritikan
Rhoma senada dengan beberapa tokoh agama yang mengkritik goyang Inul
adalah goyang ranjang pengundang nafsu birahi. Nada-nada minor terhadap
Inul datang secara beruntun, sikap pro dan kontra ditunjukan secara
terbuka. Semua memperlihatkan adanya rasa iri,cemburu dan takut
tersaingi. Inul dilihat sebagai "ancaman" dalam meraih keuntungan di
bisnis hiburan. Karena Inul sanggup menurunkan popularitas artis-artis
papan atas, dalam waktu yang pendek.
Gaya Inul yang norak, goyangan yang hot, suara yang pas-pasan ternyata
sanggup menyedot perhatian masyarakat. Sebagian besar masyarakat
antusias menyambut kehadiran Inul dan goyang Inul dinantikan oleh kita
semua. Diakui atau tidak dan disadari atau tidak, kita menerima musik
dangdut yang kampungan itu lewat kehadiran Inul. Karena musik dan
goyangan yang ditawarkan Inul adalah bagian dari musik dangdut
pinggiran.
Pada hakekatnya dangdut adalah milik mereka yang termarjinalkan.
Meminjam istilah Rhoma dangdut adalah milik kaum comberan. Sebagai haji
dan seniman dangdut, Rhoma sangat meremehkan penggemarnyaa dengan label
comberan. Seperti dikutip oleh PK edisi Minggu 27 April, "…citra dangdut
yang dibangun oleh seniman kembali terperosok masuk comberan". Inul
dituding telah merusak citra dangdut yang susah payah dibangun agar
masuk kalangan elit. Rhoma begitu emosi karena ia dan kelompoknya merasa
berjasa dalam memboyong dangdut comberan ke papan atas.
Fenomena Inul adalah titik balik dangdut yang "disopankan"Apa yang
dilakukan Rhoma dan seniman dangdut lain untuk mengangkat derajat dan
citra dangdut tidaklah salah. Tapi jangan lupa bahwa dangdut juga milik
mereka yang comberan. Ketika dangdut "disopankan" oleh sebagian seniman,
pada saat yang sama dangdut comberan tetap berlangsung dalam
masyarakat. Nampaknya kesenian "comberan" (penulis tidak cocok dengan
kata ini karena terlalu merendahkan dan kasar) ini tidak akan mati
bahkan sebaliknya ia akan tetap hidup. Inul hanyalah satu contoh wajah
dangdut pinggiran yang muncul kepermukaan, disaat musik dangdut
terhanyut dalam keelitannya. Masih banyak seniman dangdut yang lebih
parah dari Inul, hanya saja keberuntungan sedang berpihak pada Inul.
Goyang "bor" Inul sedang "mengingatkan" musik dangdut yang terlena
dengan "kemodernannya", untuk kembali pada ciri khas dangdut pinggiran.
Fenomena Inul hendak mengatakan inilah musik dangdut asli, yang cengeng,
norak dan kampung. Musik dangdut adalah selera dan milik kaum marjinal,
musik yang sanggup menghibur wong cilik, masyarakat lapisan paling
bawah dan paling banyak penghuninya. Mungkin sudah saatnya dangdut harus
kembali keselera asal, Inul hendak mengajak kita semua untuk menengok
kembali asal muasal "negeri musik dangdut".
Orang bijak mengatakan bahwa roda selalu berputar, ada kalanya manusia
atau sesuatu duduk diposisi puncak, satu saat nanti berada dibawah.
Demikian halnya dengan musik, rambut dan mode atau baju. Tidak ada
sesuatu yang baru, karena yang baru sebenarnya adalah yang lama diputar
kembali. Begitu juga dengan fenomena Inul, ia adalah titik balik dari
dangdut yang dimodernkan. Jadi mengapa dicerca dan dimaki? Marilah kita
jujur ketika mencaci kita juga sebenarnya menikmati.
Ciri-Ciri Aliran Musik Dangdut
- Alat musiknya akustik, dengan standarisasi melayu, seperti akordion, suling, gendang, madolin, dan dalam perkembangan di era ini adalah organ mekanik serta biola.
- Lagunya, mudah dicerna sehingga tidak susah untuk diterima masyarakat.
- Iramanya terbagi dalam tiga bagian yaitu senandung (sangat lambat), lagu dua (i ramanyaagak cepat) dan makinang (lebih cepat).
- Liriknya masih lekat pada pantun.
- Irama musiknya sangat melankolik.
- Bangunan sebagian besar lagu dangdut sangat konservatif,
- Sebagian besar tersusun dari satuan delapan birama 4/4 (jarang sekali ditemukan lagu dangdut dengan birama 3/4, kecuali pada lagu-lagu masa Melayu Deli (contoh: Burung Nuri)).
- Miskin improvisasi, baik melodi maupun harmoni.
- Sangat mengandalkan ketukan tabla dan sinkop.
- Pada umumnya tidak memiliki refrain, namun memiliki bagian kedua dengan bangunan melodi yang berbeda dengan bagian pertama.
Fenomena Saweran Dalam Musik Dangdut
Perkembangan kesenian dewasa ini sangat pesat apalagi pada seni musik. Mungkin karena orang-orang sudah lelah di "cekoki" oleh berita-berita politik negeri ini yang tidak menentu dan membuat sakit kepala. Untuk itu mereka mengalihkan perhatiannya pada bidang lain yaitu bidang seni. Seperti kita ketahui seni itu merupakan jiwa dari manusia karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai rasa keindahan. Oleh sebab itu manusia selalu ingin tahu tentang seni dan selalu ingin menikmatinya.
Kesenian itu sendiri merupakan hasil dari rasa dan karsa dan cipta manusia yang memiliki estetika, bahkan kadang-kadang seni bisa mengubah identitas manusia dan membuat perubahan-perubahan yang sangat besar dalam suatu peradaban manusia. Suatu kesenian merupakan bagian dari kebudayaan oleh karena itu manusia yang berkesenian tentu saja manusia yang berbudaya.
Pada saat sekarang ini banyak kesenian-kesenian yang berkembang seiring perubahan waktu. Saat ini terbilang kesenian itu bisa berupa seni musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Karena bilangan seni yang ada itu tentu saja kita tidak melihat seni keseluruhannya hanya membatasi pada seni musik. Seni musik ini pun ada berbagai macam yaitu: seni musik tradisional, seni musik pop, rock, R & BN, dan musik dangdut.
Tidak ada yang tahu asal mulanya musik dangdut, ada sebagian kalangan bilang bahwa musik dangdut berasal dari India, tetapi ada sebagian juga bilang bahwa musik dangdut itu musik asli Indonesia yaitu berasal dari musik Melayu Deli. Dalam musik dangdut itu ada suatu budaya yang sangat identik dengan dangdut yaitu "saweran".
Saweran berasal dari bahasa Sunda yaitu "sawer" yang artinya melempar uang biasanya dilakukan pada saat upacara kebesaran tradisional seperti, sunatan, kawinan dan sebagainya. Di dalam musik dangdut dari pendengar musik dangdut atau pengunjung dari pergelaran dangdut itu. Di sini dapat dilihat mengapa saweran dalam musik dangdut cukup menarik? Karena kita tahu bahwa untuk jenis musik lain tidak ada istilah saweran apalagi uang tip yang kadang bisa melebihi bayaran dari biduanita itu sendiri dan Indonesia banyak group-group dangdut yang selalu mengandalkan saweran dalam setiap pertunjukan panggung grup-grup tersebut.
Kita ketahui bahwa grup-grup musik khususnya musik dangdut itu identik dengan saweran karena mereka harus menjalani suatu kesinambungan untuk kelangsungan hidup para anggota grup itu sendiri. Sebenarnya kondisi saweran itu yang menyebabkan seniman musik dangdut itu merupakan musiknya orang pinggiran atau suatu seni musik yang indah dan lebih terbuka lagi bagi masyarakat kalangan manapun.
Sebenarnya saweran itu sudah merupakan suatu pelanggaran dari estetika kesenian, karena dengan saweran di dalam musik dangdut dapat terjadi perubahan dari keaslian/originalitas (pure art) musik dangdut sendiri, dengan mengganti lirik lagu dangdut dengan lirik yang dibuat sendiri oleh biduantita dangdut itu dan biasanya lagu dangdut itu sudah jauh dari aslinya kalau sudah menghadapi para penyawer yang notabenenya ingin "kesohor" atau populer. Ada pepatah mengatakan biar tekor asal kesohor. Mungkin ini banyak yang menjadi alasan para penyawer di panggung-panggung dangdut hiburan kita. Ada yang beralasan rela menghamburkan uang untuk sekedar menyawer bukan hanya ingin kesohor, melainkan mencari kepuasan batin semata. Memang sungguh fenomenal "saweran" dalam musik dangdut kita.
Tapi disatu pihak saweran tersebut sangat berarti bagi kelangsungan hidup grup-grup musik dangdut. Karena grup-grup musik dangdut papan bawah yang bayarannya per grup masih jauh di bawah standar tentu memerlukan tambahan karena itu saweran di sini sangatlah diperlukan walaupun saweran itu merusak dari keindahan suatu kesenian musik itu.
Untuk grup-grup musik dangdut papan atas dan penyanyi dangdut papan atas, saweran memang tidak diperlukan untuk mereka karena biasanya bayaran per grup mereka sudah melebihi standar hidup mereka. Karena itulah saweran diperlukan oleh pemusik dan penyanyi sebagai tambahan penghasilan mereka.
Seorang biduantita biasanya lebih banyak mendapat hasil dari saweran itu daripada bayarannya di panggung musik dangdut, karena itu menurut beberapa biduanita saweran itu merupakan seni dari musik dangdut itu sendiri. Tanpa saweran, itu bukan musik dangdut. Sebenarnya kalau kita membanding dari sudut etika, benar atau salah saweran itu sudah melanggar suatu etika kesenian karena kesenian itu harus benar-benar murni tanpa ada tambahan atau embel-embel apapun, tapi seperti yang sudah diuraikan di atas bahwa saweran itu perlu untuk kelangsungan hidup para pemusik dan penyanyi dangdut, karena itu disini etika dikesampingkan walaupun sebenarnya saweran itu melanggar etika.
Kalau dilihat dari sudut estetika sebenarnya saweran itu sudah merubah suatu keindahan seni itu. Suatu keindahan itu sudah keluar dari jalur yang ditetapkan oleh perasaan bahwa seni bisa dilihat keindahannya kalau seni itu suatu seni yang murni/pure art.
Dapat disimpulkan bahwa suatu estetika seni bersifat relatif tergantung dari sudut mana si penikmat seni melihatnya. Jadi pelanggaran suatu etika dalam kesenian khusunya estetika dari seni musik dangdut itu ada tapi pelanggaran itu juga merupakan suatu keindahan dan seni musik dangdut itu sendiri. Bahwa saweran itu tidak melanggar suatu estetika seni melainkan saweran itu menambah keindahan dari seni itu sendiri, apalagi seni musik dangdut yang merupakan seni musik asli Indonesia. Untuk itu kita harus selalu menjaga keindahan budaya khususnya seni musik untuk memperkaya rasa keindahan di dalam hati kita.
Dangdut merupakan salah satu jenis musik yang populer di Indonesia. Banyak pedangdut yang bersuara emas dan membawakan lagu secara santun. Namun, banyak pula pedangdut yang sebaliknya. Mereka menyanyi dangdut dengan goyangan erotis. Berikut ini beberapa contoh fenomena dangdut erotis yang menghebohkan sekaligus memalukan.
Dangdut akhir zaman merupakan sebuah pagelaran musik dandut yang didalamnya menyajikan tarian erotis. Tarian erotis itu dibawakan oleh sang penyanyi wanita cantik sambil menyanyikan lagu-lagu dangdut yang biasa kita lihat di televisi. Padahal yang menonton dangdut erotis ini tidak hanya dari kalangan dewasa saja akan tetapi anak-anak dibawah umur pun ada disana menonton dangdut erotis ini.
Bisa dibayangkan jika goyangan dangdut erotis ini dibiarkan begitu saja ada dikalangan masyarakat kita, bisa jadi 10 tahun yang akan datang bangsa ini tidak lagi memiliki moral yang baik. Buktinya, dulu kita tidak mengenal yang namanya dangdut erotis dan goyangan dangdut erotis yang lainnya. Tapi, setelah goyang ngebor yang diciptakan pertama kali oleh Inul Dratista, maka bermunculanlah berbagai macam goyangan dangdut erotis yang lainnya. Sampai yang sekarang disebut dengan Dangdut Akhir Zaman.

Share your views...
0 Respones to "Sejarah Musik Dangdut"
Posting Komentar